Rabu, 04 Juli 2012

Uji Kompetensi Guru Bersertifikasi Bualan Belaka

ANGGARAN BERTAMBAH, UJIAN TAK NYATA

SURABAYA- Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menggelar uji kompetensi guru bersertifikasi pada akhir Juli mendatang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Rencana ini dipastikan kembali menimbulkan gejolak di kalangan guru. Beberapa praktisi pendidikan bahkan menilai, uji kompetensi guru bersertifikasi hanyalah bualan belaka.

Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof. Zainnudin Maliki mengatakan, uji kompetensi guru bersertifikasi tidak saja bakal membebani guru, tapi juga menambah anggaran pengeluaran pemerintah. Padahal, hasilnya belum tentu jelas dan sesuai yang diharapkan.
"Jika mengingat program Kemdikbud lainnya seperti distribusi guru atau pemetaan guru dan UKA (Uji Kompetensi Awal-red), itu saja sampai sekarang tidak jelas dan seolah kabur. Jadi, saya kurang optimis rencana baru ini bakal berhasil, malah menghabiskan dana saja. Pengalokasian dana itu daripada digunakan untuk program yang belum tentu keberhasilannya, lebih baik dihibahkan kepada guru yang berprestasi, guru kreatif, guru inovatif, dan lain sebagainya. Apresiasi seperti itu justru lebih efektif meningkatkan profesionalisme guru," jelas Maliki, Minggu (17/6).
Rektor Unmuh Surabaya ini justru menilai Kemdikbud terkesan mengada-ada. Sebab kabarnya, uji kompetensi guru bersertifikasi ini akan dilaksanakan serentak secara online. Peserta yang nantinya dinyatakan tidak lulus diwajibkan mengikuti pembinaan secara online pula. Tak hanya itu, TPP (Tunjangan Profesi Pendidik) mereka juga terancam dicabut.
"Kalau ujiannya secara online, ini malah mengada-ada dan kesannya hanya bualan saja. Karena tentu ujian ini tidak akan efektif untuk mengukur kompetensi guru. Ujian secara online ini nantinya hanyalah menguji dari segi administratif dan kognitif semata, bukan secara keseluruhan. Anehnya lagi kalau TPP mereka dicabut gara-gara tidak lulus. Janganlah mengait-ngaitkan antara profesionalime guru dengan tunjangan atau kesejahteraan. Karena memang sudah sepantasnya guru diperhatikan dan hidup sejahtera," papar Maliki.
Maliki menyatakan sangat tidak masuk akal jika uji ulang guru bersertifikasi digunakan sebagai landasan pemetaan kompetensi guru, apalagi penilaian kinerja yang rencananya diterapkan pada 2013 mendatang. 
"Saya tidak bisa menjamin kalau uji kompetensi guru bersertifikasi ini lantas dijadikan landasan pemetaan. Karena tidak mendasar dan mendetail, serta tidak efektif juga jika diukur dengan ujian secara online," tukas Maliki.
Lebih jauh Maliki melanjutkan, skema pemetaan kompetensi guru perlu dikaji ulang. Sebab, kenyataannya selama ini kesejahteraan guru masih kurang diperhatikan, sementara profesionalismenya menyedihkan.
"Kalau dicabut, kesejahteraan guru juga akan tambah menurun lagi. Lalu kapan majunya kalau begitu. Justru menimbulkan problematika baru lagi nantinya. Sebaiknya ya jangan, TPP itu hak guru untuk meningkatkan kesejahteraan," pungkasnya.
Hal serupa dikatakan Wakil Ketua II Dewan Pendidikan Surabaya, Isa Ansori. Ia menuturkan, pada kenyataanya program-program seperti tersebut tidak membuat guru mengajar muridnya lebih baik dan tak ada peningkatan yang signifikan.
"Niat pemerintah ini mungkin bisa kita apresiasi baik. Tapi kenyatannya, belajar dari pengalaman saat mengadakan UKA dan distribusi guru atau pemetaan guru, tidak ada hasil yang signifikan. Para guru yang lulus UKA pun tidak lebih baik cara mengajarnya," tutur Isa.
Isa menerangkan, harusnya pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud mencari cara lain yang lebih tepat untuk melakukan pemetaan kompetensi guru. Menurut Ketua Hotline Pendidikan Surabaya ini, pengujian kompetensi guru seharusnya diserahkan kepada lembaga yang lebih tepat, yakni asosiasi guru.
"Uji kompetensi dan pemetaan kompetensi guru ini memang penting, tapi juga harus dengan cara yang tepat. Harusnya diserahkan kepada asosiasi guru. Karena kalau ujiannya secara online saja, ini hanya mengukur kompetensi dalam bidang administratif saja, bukan pedagogik," terang Isa.
Mengenai terancamnya TPP guru yang bersangkutan jika tak lulus uji kompetensi guru bersertifikasi ini, Isa mendukungnya. Hal ini beber Isa, sudah sesuai dengan undang-undang tentang guru dan dosen.
"Yang tidak lulus, ya harus menerima konsekuensi TPP-nya dicabut untuk sementara waktu. Mungkin sementara waktu akan menimbulkan gejolak. Tapi positifnya, guru termotivasi untuk memperbaiki diri, memang mereka harus mempertanggungjawabkan profesi mereka masing-masing. Tidak asal-asalan menjadi guru dan mengajar seenaknya," tandasnya.* ika

Tidak ada komentar: